Ikhlas Dalam Niat, Hukum dan Keutamaannya (Bagian ke-4, Selesai)

Ikhlas Dalam Niat, Hukum dan Keutamaannya (Bagian ke-4, Selesai)

Ikhlas Dalam Niat, Hukum dan Keutamaannya (Bagian ke-4, Selesai) -

g. Niat ikhlas menjadi kunci pahala dari suatu amal
وَعَنÙ' أَبِي هُرَيÙ'رَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَÙ'هِ صَلَÙ'Ù‰ اللَÙ'هُ عَلَيÙ'هِ وَسَلَÙ'Ù…ÙŽ صَلَاةُ الرَÙ'جُلِ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيÙ'تِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ بِضÙ'عًا وَعِشÙ'رِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ' أَحَدَهُمÙ' إِذَا تَوَضَÙ'Ø£ÙŽ فَأَحÙ'سَنَ الÙ'وُضُوءَ ثُمَÙ' أَتَى الÙ'مَسÙ'جِدَ لَا ÙŠÙŽÙ†Ù'هَزُهُ إِلَÙ'ا الصَÙ'لَاةُ لَا يُرِيدُ إِلَÙ'ا الصَÙ'لَاةَ فَلَمÙ' ÙŠÙŽØ®Ù'طُ خَطÙ'وَةً إِلَÙ'ا رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَÙ' عَنÙ'هُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَÙ'Ù‰ يَدÙ'خُلَ الÙ'مَسÙ'جِدَ فَإِذَا دَخَلَ الÙ'مَسÙ'جِدَ كَانَ فِي الصَÙ'لَاةِ مَا كَانَتÙ' الصَÙ'لَاةُ هِيَ تَحÙ'بِسُهُ وَالÙ'مَلَائِكَةُ يُصَلُÙ'ونَ عَلَى أَحَدِكُمÙ' مَا دَامَ فِي مَجÙ'لِسِهِ الَÙ'ذِي صَلَÙ'Ù‰ فِيهِ يَقُولُونَ اللَÙ'هُمَÙ' ارÙ'Ø­ÙŽÙ…Ù'هُ اللَÙ'هُمَÙ' اغÙ'فِرÙ' لَهُ اللَÙ'هُمَÙ' تُبÙ' عَلَيÙ'هِ مَا Ù„ÙŽÙ…Ù' يُؤÙ'ذِ فِيهِ مَا Ù„ÙŽÙ…Ù' يُحÙ'دِثÙ'  Ù…تفق عليه
Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang laki-laki yang melakukan shalat berjamaah (di masjid) lebih baik dua puluh derajat dibandingkan dengan shalat yang dilakukannya di pasar atau di rumah. Sebab, jika seseorang melakukan wudhu dengan baik, kemudian mendatangi masjid hanya untuk shalat, maka derajatnya akan ditinggikan satu tingkatan, dan keburukannya diampuni setiap kali ia melangkahkan kakinya hingga ia masuk masjid. Bila ia telah masuk masjid, ia diberi pahala sebagaimana orang yang melakukan shalat (sekalipun dia hanya duduk), selama ia menanti shalat (berjamaah). Para malaikat pun mendoakan seseorang, selama ia di tempat shalatnya (ia belum meninggalkan masjid). Para malaikat itu berdoa, ‘Ya Allah, berikan rahmat kepadanya. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah terimalah tobatnya.’ (Doa tersebut dibaca oleh para malaikat), selama ia tidak menyakiti (orang) dan tidak berhadats.” (Muttafaq ‘alaih)
Pelajaran dari Hadits:
  1. Makruh melakukan shalat di tengah pasar karena sangat ramai sehingga sangat besar kemungkinannya tidak khusyu’.
  2. Shalat berjamaah di masjid lebih tinggi pahalanya 25, 26, atau 27 derajat daripada shalat sendirian.
  3. Ikhlas tetap menjadi kunci pahala dari suatu amal.
  4. Shalat adalah ibadah paling utama karena para malaikat berdoa untuk orang yang sedang shalat.
  5. Di antara tugas malaikat adalah berdoa untuk orang-orang beriman. Allah berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya. Mereka beriman kepada-Nya dan memintakan ampun untuk orang-orang yang beriman…” (QS. Al-Mukmin: 7)
h. Berniat melakukan satu kebaikan ditulis satu kebaikan penuh
وعن أبي العباس عبد الله بن عباس بن عبد المطلب رضي الله عنهما عن رسول صَلَÙ'Ù‰ اللَÙ'هُ عَلَيÙ'هِ وَسَلَÙ'Ù…ÙŽ فِيمَا يَرÙ'وِي عَنÙ' رَبِÙ'هِ عَزَÙ' وَجَلَÙ' قَالَ قَالَ إِنَÙ' اللَÙ'Ù‡ÙŽ كَتَبَ الÙ'حَسَنَاتِ وَالسَÙ'يِÙ'ئَاتِ ثُمَÙ' بَيَÙ'Ù†ÙŽ ذَلِكَ فَمَنÙ' Ù‡ÙŽÙ…ÙŽÙ' بِحَسَنَةٍ فَلَمÙ' يَعÙ'Ù…ÙŽÙ„Ù'هَا كَتَبَهَا اللَÙ'هُ لَهُ عِنÙ'دَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنÙ' هُوَ Ù‡ÙŽÙ…ÙŽÙ' بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَÙ'هُ لَهُ عِنÙ'دَهُ عَشÙ'رَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبÙ'عِ مِائَةِ ضِعÙ'فٍ إِلَى أَضÙ'عَافٍ كَثِيرَةٍ ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ†Ù' Ù‡ÙŽÙ…ÙŽÙ' بِسَيِÙ'ئَةٍ فَلَمÙ' يَعÙ'Ù…ÙŽÙ„Ù'هَا كَتَبَهَا اللَÙ'هُ لَهُ عِنÙ'دَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنÙ' هُوَ Ù‡ÙŽÙ…ÙŽÙ' بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَÙ'هُ لَهُ سَيِÙ'ئَةً وَاحِدَةً  متفق عليه
Abul Abbas, Abdillah bin Abbas bin Abdul Muththalib RA berkata bahwa Rasulullah SAW meriwayatkan dari Tuhannya SWT, “Sesungguhnya, Allah mencatat[1] kebaikan dan keburukan.” Kemudian Allah menjelaskan, “Barangsiapa yang bermaksud mengerjakan kebaikan, lalu dia tidak melakukannya, maka Allah yang Mahasuci dan Mahatinggi mencatatnya sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya. Jika ia bermaksud untuk melakukan kebaikan lalu dilakukannya, Allah mencatat baginya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus lipat, bahkan berlipat-lipat. Namun, jika ia bermaksud untuk melakukan kejelekan, lalu tidak dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya.[2] Jika ia bermaksud untuk mengerjakan keburukan lalu dikerjakan, Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.” (Muttafaq ‘alaih)
Pelajaran dari Hadits:
  1. Orang yang berniat melakukan kebaikan, ia diberi pahala satu kebaikan karena tekad melakukan kebaikan adalah awal kebaikan, dan awal kebaikan adalah kebaikan.
  2. Orang yang berniat melakukan keburukan, lalu menjauhi keburukan tersebut karena takut kepada Allah, ia diberi pahala satu kebaikan karena niat buruk yang urung dilakukan adalah suatu kebaikan. Allah berfirman, “…Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk…” (QS. Huud: 114)
i. Beramal dengan ikhlas menjadi sebab dimudahkannya kesulitan
وعن أبي عبد الرحمن عَبÙ'دِ اللَÙ'هِ بÙ'Ù†ÙŽ عُمَرَ رَضِيَ اللَÙ'هُ عَنÙ'هُمَا قَالَ سَمِعÙ'تُ رَسُولَ اللَÙ'هِ صَلَÙ'Ù‰ اللَÙ'هُ عَلَيÙ'هِ وَسَلَÙ'Ù…ÙŽ يَقُولُ انÙ'Ø·ÙŽÙ„ÙŽÙ‚ÙŽ ثَلَاثَةُ رَهÙ'طٍ مِمَÙ'Ù†Ù' كَانَ قَبÙ'لَكُمÙ' حَتَÙ'Ù‰ Ø£ÙŽÙˆÙŽÙˆÙ'ا الÙ'مَبِيتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ فَانÙ'حَدَرَتÙ' صَخÙ'رَةٌ مِنÙ' الÙ'جَبَلِ فَسَدَÙ'تÙ' عَلَيÙ'هِمÙ' الÙ'غَارَ فَقَالُوا إِنَÙ'هُ لَا يُنÙ'جِيكُمÙ' مِنÙ' هَذِهِ الصَÙ'Ø®Ù'رَةِ إِلَÙ'ا Ø£ÙŽÙ†Ù' تَدÙ'عُوا اللَÙ'Ù‡ÙŽ بِصَالِحِ أَعÙ'مَالِكُمÙ' فَقَالَ رَجُلٌ مِنÙ'هُمÙ' اللَÙ'هُمَÙ' كَانَ لِي أَبَوَانِ Ø´ÙŽÙŠÙ'خَانِ كَبِيرَانِ وَكُنÙ'تُ لَا أَغÙ'بِقُ قَبÙ'لَهُمَا Ø£ÙŽÙ‡Ù'لًا وَلَا مَالًا فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ Ø´ÙŽÙŠÙ'ءٍ ÙŠÙŽÙˆÙ'مًا فَلَمÙ' أُرِحÙ' عَلَيÙ'هِمَا حَتَÙ'Ù‰ نَامَا فَحَلَبÙ'تُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا فَوَجَدÙ'تُهُمَا نَائِمَيÙ'نِ وَكَرِهÙ'تُ Ø£ÙŽÙ†Ù' أَغÙ'بِقَ قَبÙ'لَهُمَا Ø£ÙŽÙ‡Ù'لًا Ø£ÙŽÙˆÙ' مَالًا فَلَبِثÙ'تُ وَالÙ'قَدَحُ عَلَى يَدَيَÙ' Ø£ÙŽÙ†Ù'تَظِرُ اسÙ'تِيقَاظَهُمَا حَتَÙ'Ù‰ بَرَقَ الÙ'فَجÙ'رُ فَاسÙ'تَيÙ'قَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا اللَÙ'هُمَÙ' إِنÙ' كُنÙ'تُ فَعَلÙ'تُ ذَلِكَ ابÙ'تِغَاءَ وَجÙ'هِكَ فَفَرِÙ'جÙ' عَنَÙ'ا مَا Ù†ÙŽØ­Ù'نُ فِيهِ مِنÙ' هَذِهِ الصَÙ'Ø®Ù'رَةِ فَانÙ'فَرَجَتÙ' Ø´ÙŽÙŠÙ'ئًا لَا يَسÙ'تَطِيعُونَ الÙ'خُرُوجَ قَالَ النَÙ'بِيُÙ' صَلَÙ'Ù‰ اللَÙ'هُ عَلَيÙ'هِ وَسَلَÙ'Ù…ÙŽ وَقَالَ الÙ'آخَرُ اللَÙ'هُمَÙ' كَانَتÙ' لِي بِنÙ'تُ عَمٍÙ' كَانَتÙ' أَحَبَÙ' النَÙ'اسِ إِلَيَÙ' فَأَرَدÙ'تُهَا عَنÙ' نَفÙ'سِهَا فَامÙ'تَنَعَتÙ' مِنِÙ'ÙŠ حَتَÙ'Ù‰ Ø£ÙŽÙ„ÙŽÙ…ÙŽÙ'تÙ' بِهَا سَنَةٌ مِنÙ' السِÙ'نِينَ فَجَاءَتÙ'نِي فَأَعÙ'Ø·ÙŽÙŠÙ'تُهَا عِشÙ'رِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى Ø£ÙŽÙ†Ù' تُخَلِÙ'ÙŠÙŽ بَيÙ'نِي وَبَيÙ'Ù†ÙŽ نَفÙ'سِهَا فَفَعَلَتÙ' حَتَÙ'Ù‰ إِذَا قَدَرÙ'تُ عَلَيÙ'هَا قَالَتÙ' لَا أُحِلُÙ' Ù„ÙŽÙƒÙŽ Ø£ÙŽÙ†Ù' تَفُضَÙ' الÙ'خَاتَمَ إِلَÙ'ا بِحَقِÙ'هِ فَتَحَرَÙ'جÙ'تُ مِنÙ' الÙ'وُقُوعِ عَلَيÙ'هَا فَانÙ'صَرَفÙ'تُ عَنÙ'هَا وَهِيَ أَحَبُÙ' النَÙ'اسِ إِلَيَÙ' وَتَرَكÙ'تُ الذَÙ'هَبَ الَÙ'ذِي أَعÙ'Ø·ÙŽÙŠÙ'تُهَا اللَÙ'هُمَÙ' إِنÙ' كُنÙ'تُ فَعَلÙ'تُ ابÙ'تِغَاءَ وَجÙ'هِكَ فَافÙ'رُجÙ' عَنَÙ'ا مَا Ù†ÙŽØ­Ù'نُ فِيهِ فَانÙ'فَرَجَتÙ' الصَÙ'Ø®Ù'رَةُ غَيÙ'رَ Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ'هُمÙ' لَا يَسÙ'تَطِيعُونَ الÙ'خُرُوجَ مِنÙ'هَا قَالَ النَÙ'بِيُÙ' صَلَÙ'Ù‰ اللَÙ'هُ عَلَيÙ'هِ وَسَلَÙ'Ù…ÙŽ وَقَالَ الثَÙ'الِثُ اللَÙ'هُمَÙ' إِنِÙ'ÙŠ اسÙ'تَأÙ'جَرÙ'تُ أُجَرَاءَ فَأَعÙ'Ø·ÙŽÙŠÙ'تُهُمÙ' أَجÙ'رَهُمÙ' غَيÙ'رَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَÙ'ذِي لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَÙ'رÙ'تُ أَجÙ'رَهُ حَتَÙ'Ù‰ كَثُرَتÙ' مِنÙ'هُ الÙ'Ø£ÙŽÙ…Ù'وَالُ فَجَاءَنِي بَعÙ'دَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبÙ'دَ اللَÙ'هِ أَدِÙ' إِلَيَÙ' أَجÙ'رِي فَقُلÙ'تُ لَهُ كُلُÙ' مَا تَرَى مِنÙ' أَجÙ'رِكَ مِنÙ' الÙ'إِبِلِ وَالÙ'بَقَرِ وَالÙ'غَنَمِ وَالرَÙ'قِيقِ فَقَالَ يَا عَبÙ'دَ اللَÙ'هِ لَا تَسÙ'تَهÙ'زِئُ بِي فَقُلÙ'تُ إِنِÙ'ÙŠ لَا أَسÙ'تَهÙ'زِئُ بِكَ فَأَخَذَهُ كُلَÙ'هُ فَاسÙ'تَاقَهُ فَلَمÙ' يَتÙ'رُكÙ' مِنÙ'هُ Ø´ÙŽÙŠÙ'ئًا اللَÙ'هُمَÙ' فَإِنÙ' كُنÙ'تُ فَعَلÙ'تُ ذَلِكَ ابÙ'تِغَاءَ وَجÙ'هِكَ فَافÙ'رُجÙ' عَنَÙ'ا مَا Ù†ÙŽØ­Ù'نُ فِيهِ فَانÙ'فَرَجَتÙ' الصَÙ'Ø®Ù'رَةُ فَخَرَجُوا ÙŠÙŽÙ…Ù'شُونَ متفق عليه
Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khaththab RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiga orang dari kaum sebelum kalian berjalan-jalan hingga mereka bermalam di sebuah gua. (Tiba-tiba), sebuah batu besar jatuh dari gunung, dan menutup pintu gua. Mereka berkata, “Tidak akan ada yang mampu menyelamatkan kita dari batu besar ini, kecuali jika kita berdoa kepada Allah dengan amal baik kita.”
Orang pertama berkata, “Ya Allah, aku memiliki dua orang tua yang sudah lanjut usia. Aku tidak pernah mendahulukan keluarga atau budak untuk minum susu (di sore hari) sebelum mereka berdua. Pada suatu hari, aku terlalu jauh mencari pepohonan (kayu bakar) hingga aku tidak pulang kecuali keduanya sudah tidur. Lalu, aku memerah susu untuk mereka, tapi mereka sudah tidur.
Aku tidak ingin membangunkan mereka, tapi aku juga tidak ingin memberikan susu itu kepada keluargaku (anak dan istri) atau budak. Gelas itu tetap di tanganku menanti kedua orang tuaku bangun hingga fajar terbit. Padahal, anak-anak menjerit kelaparan di kakiku. Keduanya (ayah dan ibu) bangun lalu meminum air susu itu. Ya Allah, jika perbuatanku itu untuk mencari keridhaan-Mu, maka singkirkanlah batu ini.” Batu itu pun bergeser, namun mereka belum bisa keluar.
Laki-laki yang lain berkata, “Ya Allah, sesungguhnya, aku mempunyai sepupu wanita yang sangat aku cintai.” Di dalam riwayat lain disebutkan, “Aku sangat mencintainya, sebagaimana seorang laki-laki mencintai seorang wanita. Aku menginginkan dirinya (ingin menggaulinya), namun dia selalu menolak. Ketika ia ditimpa paceklik, ia datang meminta bantuan kepadaku. Aku memberinya 120 dinar dengan syarat dia mau menyerahkan dirinya untukku. Dia pun setuju. Ketika aku sudah menguasainya…” Di dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika aku bersiap untuk menggaulinya, ia berkata, ‘Bertaqwalah kepada Allah dan jangan kamu pecahkan tutup kecuali dengan cara yang sah.’[3] Maka aku meninggalkannya, padahal dia adalah orang yang paling aku cintai. Emas (dinar) yang kuberikan kepadanya tidak aku ambil lagi. Ya Allah, jika perbuatanku itu untuk mencari keridhaan-Mu, maka berilah kami jalan keluar dari cobaan ini.” Batu itu pun bergeser, namun mereka belum juga bisa keluar.
Laki-laki ketiga berkata, “Ya Allah, aku mempunyai sejumlah buruh. Aku berikan gaji mereka, kecuali satu orang. Ia pergi (begitu saja) dan tidak mengambil gajinya. Lalu, aku kembangkan gajinya itu, hingga menjadi banyak. Beberapa tahun kemudian, ia datang kepadaku seraya berkata, ‘Tuan, berikan gajiku (yang dulu).’ Aku berkata, ‘Semua yang kamu lihat: unta, sapi, kambing, dan budak, adalah gajimu.’
‘Tuan, Anda jangan menghinaku.’
‘Aku tidak menghinamu.’
Lalu ia mengambil seluruhnya. Ia menggiring seluruh ternak itu dan tidak meninggalkan satu pun.
Ya Allah, jika perbuatanku itu untuk mencari keridhaan-Mu, maka berikan kepada kami jalan keluar dari cobaan ini.” Batu itu pun bergeser. Dan mereka bertiga bisa keluar.’” (Muttafaq ‘alaih)
Pelajaran dari Hadits:
  1. Anjuran untuk berdoa di waktu susah dan senang, dengan menggunakan amal shalih sebagai perantara.
  2. Berbuat baik kepada kedua orang tua, dan mendahulukan mereka daripada anak dan istri adalah perilaku yang sangat baik.
  3. Anjuran untuk menjauhi perkara yang dilarang, terutama ketika mampu menjauhinya untuk mendapatkan ridha Allah.
  4. Memenuhi janji, bisa memegang amanah, dan tidak mempersulit urusan dalam bisnis adalah perilaku yang sangat baik.
  5. Doa yang didasari keikhlasan dan kesungguhan serta menjadikan amal shalih sebagai pengantar, pasti terkabul.
  6. Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat amal shalih.
â€" Selesai