Miris Gan ! Suami Paksa Istri Bercinta Bisa Dipidana

Miris Gan ! Suami Paksa Istri Bercinta Bisa Dipidana

Suami Paksa Istri Bercinta Bisa Dipidana - Pernahkah suami Anda memaksa bercinta? Dalam UU No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), suami bisa dijerat pidana jika memaksa istrinya bercinta. Tetapi ternyata tidak mudah menjebloskan suami yang main kasar di ranjang.
"Kalimat 'pemaksaan hubungan seksual' masih belum jelas dan hanya dijelaskan secara sangat global. Baik di pasal lainnya ataupun di bab penjelasan, tidak ditemukan keterangan lebih mendalam tentang kata 'pemaksaan'," kata hakim yustisial Mahkamah Agung (MA), Andi Akram.

Hal ini terungkap dalam disertasi Andi yang diuji di UIN Sunan Gunung Jati, Bandung seperti dilansir website MA, Jumat (29/6/2012).


Dalam pasal 8 UU tersebut menyebutkan kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Hukumannya maksimal 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp 12 juta.


"Akibatnya kata itu mengandung banyak pengertian yaitu kekerasan itu terjadi apakah karena istrinya enggan melakukan hubungan, kecapekan atau karena ada faktor lain. Pengertian di atas bisa jadi sangat bias," ujar Andi dalam disertasi berjudul 'Studi Hukum Kritis Atas Undang-Undang nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga'.


Menurut Andi, perlu disempurnakan UU tersebut. Meski belum sempurna, UU ini tetap membuka peluang suami duduk di kursi pesakitan gara-gara memaksa istri berhubungan badan.


"Berpegangan dengan ketentuan itu, seorang istri bisa saja menolak setiap ajakan suami untuk berhubungan dengan alasan macam-macam atau tidak sesuai hukum agama. Jika suami memaksa istri dan istri tak berkenan, maka seorang istri berdasarkan UU ini bisa mengajukan suaminya ke meja hijau," terang Andi.


Disertasi Andi ini menggunakan grand theory negara hukum. Grand theory ini untuk mengkaji kedudukan dan konsekuensi dari legislasi UU No 23/2004.


Middle theory yang digunakan adalah teori perundang-undangan yang menempatkan UU 23/2004 sebagai UU yang disusun secara sistematis sesuai dengan teknik menyusun perundang-undangan yang baik. Sementara aplikasi teori adalah teori maslahah untuk mengkritisi sejauh mana UU PKDRT memiliki nilai-nilai maslahah bagi kehidupan manusia berdasarkan teori maslahah dalam hukum Islam.


sumber