Gaung Freemasonry Indonesia




 Freemasonry, bertindak , bersikap dan berbicara atas dasar cita, menciptakan keresahan antar negara, pada awal sejarahnya seperti itu. Namun pada saat Islam lahir sebagai agama samawi kedua dengan konsep lebih universal, akhirnya moncong freemansonry terarah ke Islam, dan menjadi target utamanya.
Gagasan Yahudi Freemasonry lebih memilih Islam sebagai lahan garapan, karena agama yang satu ini pernah membangun kekuatan yang tiada taranya dengan meletakkan asas Negara negara Islam bersatu yang disebut khilafah, cukup lama Islam menguasai dunia, hampir satu abad lamanya dan kaderisasi khilafah Islamiyah bergerak dari zaman ke zaman. Freemasonry melihat perkembangan dan pola kepemimpinan Islam melaju menyaingi kekuatan diluar agama. Bahaya menurutnya, bila membiarkan Islam berkembang pesat dengan sistem khilafahnya. Salah satu cara freemasonry adalah membebaskan pikiran pikiran Islam dari konsep Khilafah, disamping mendaulat pemikiran pengenyampingan Islam dari tatanan hidup, dan menempatkan agama sebagai privat belaka, bukan sikap kehidupan pribadi dan berbangsa.

Gagasan Freemasonry di Indoensia dimotori oleh banyak kalangan, seperti Harun Nasotion, bukan saja tokoh Islam Libral, tetapi juga ide freemasonry menjadi garis besar haluan perjuangannya, dalam melegalkan banyak pandangan Islam Libral di Indoensia, diikuti oleh Nurkholis majid, mantan Gontor Ponorogo, sebagai pengganti pembawa estafet baru, menggelorakan Islam libral dan menebar issu Islam yes, partai Islam, tetapi dengan konsep standar ganda kaum pluralis yang menolak keberadaan Islam dalam etika kebangkitannya.

Motivator Islam Libral lainnya, adalah Bapak Pluralis kawakan dan andalan NU, adalah urutan pengikut Freemasonry dari kalangan kyai, KH. Abdurrahman Wahid, tergolong paling berani menyuarakan penggebosan terhadap gerakan gerakan Islam, memainkan banyak peranan dalam republik Indonesia dengan makanan libral cepat saji, menyatakan Quran Purno, pernyataan miring terhadap ajaran Islam, pembenaran terhadap prilaku prilaku libral, seperti dukungan terhadap yang berbau purno, bahkan membela orang yang terlibat didalamnya, kayak Inul Daratista, goyangannya mendapat pembelaan Gus dur langsung.

Pada waktu jadi Presiden, Gus Dur tampil lebih berani lagi menyuarakan libralisasi diberbagai bidang, hingga merelakan dirinya menjadi contoh dari sebuah uji coba agama non Islam. Kalau presiden lainnya hanya berani turut dalam hari besar non Islam, tetapi kalau Gus Dur berani mengikuti adat sebuah agama di luar Islam, bahkan termasuk tokoh NU yang paling berani menentang kebiasaan para Kyai Langitan yang terkenal fanatik dan tertutup, penuh paternalistik.

Bidikan lain Freemasonry, busurnya adalah Prof. Syafi’i Ma’arif (anak Padang) yang diangkat banyak kalangan sebagai bapak pluralisme, memang kenyataannya Syafi’i Maarif banyak menentang kiat kiat keagamaan yang mengarah kenegara Islam, tetapi di satu sisi tokoh dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode setelah Pak Amin Rais ini, mengerang dengan genosida yang terjadi dalam peradaban agama agama.

Ulil Abshar Abdallah, seorang kader NU yang paling kenyang dengan doktrin Freemansonry, menebas kanan dan kiri pemikiran Islam yang cendrung reaktif dengan istilah Jihad, Ulil juga berani menyebut dirinya kelompok Islam Libral, demikian juga dengan situsnya yang dipimpinnya yang terang terangan memberitakan anti Islam dengan segala bentuknya, dan menyuburkan konsep filsafat dalam kehidupan beragama, mengutip buku buku klasik yang dikatagorekan sesat oleh para Ulama Islam. Jelas Prilaku Ulil cs lebih parah dari pendahulunya, lebih vulgar menyerang Islam dengan dotrin Freemasonry-nya. Masa kerja freemasonry yang tanpa lelah dan dengan biaya yang cukup besar mendorong lahirnya aktor libral yang berpakaian agama dan dengan penguasaan agama, meskipun tampak sekali sangat kotradiksi dengan keyakinan yang dianutnya.

Hanya demi sebuah prestise Ulil menyepak bola libralisasi dan di mainkan dilapangan yang hijau yang penontonnya tak terlalu cerdas mengamati Ulil. Padahal wacana Ulil tak lebih dari sebuah poduk Freemasonry yang berusaha mengubur Islam dengan pengaruhnya. Dan dibelakang Ulil tak sedikit anak anak negeri non stabil, masih terlalu mudah untuk menerima pola pemikiran Ulil, sehingga tak mampu membedakan apakah Ulil benar atau salah, yang ada hanya kekaguman sesaat pada otak ulil yang dianggap cerdas, padahal hanya sekedar olah kata yang terangkai menurut leteratur Libral itu sendiri. Ulil lebih angkuh menilai agama, seolah Ulil pencipta agama dengan menyebut agama leterat itu harus ditinggal. Pengikutnya biasa melecehkan Quran menjadi gaung yang mendendangkan irama Libralisasi .Ulil bagaikan nabi dari kelompok Freemansonry dimata mereka. Ulil memang tidak sendiri, teman temannya seiring dan sehati dengan Ulil membodohi umat dengan konsep terlarang itu.

Masih banyak tokoh tokoh lainnya, saling menggandeng tangan dan ambisi merobah haluan berpikir Islam yang sebanarnya, pada kitab kitab mereka yang dianggap sakral dalam penganut agama libral dan komunitasnya. Lalu sebaiknya bagaimana umat Islam, perlu ada pemicu, agar umat Islam melapangkan diri meluangkan waktunya untuk mengaji dan mengkaji Islam dari sudut disiplin ilmunya, sehingga memahami apa sih Islam yang sebenarnya itu, tentunya bukan islam yang selama ini kita kenal dari nenek moyang kita.

Sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2010/12/28/gaung-freemasonry-indonesia/