Konflik Berdarah Somalia 45 Tewas

somaliaBentrokan antara pasukan pemerintah Somalia dan pemberontak al-Shabab terus berlanjut. Dilaporkan bahwa dalam bentrokan tersebut sedikitnya 45 pemberontak tewas.

Menurut berbagai laporan, pasukan pemerintah Somalia pada Kamis (22/3) dengan dukungan militer Ethiopia berhasil menguasai sepenuhnya dua kota penting di selatan negara itu. Dilaporkan pula bahwa dalam bentrokan tersebut sedikitnya 45 pemberontak tewas dan para pemberontak telah mundur dari kota Mogadishu.

Kemajuan langkah pasukan pemerintah Somalia di selatan negara itu adalah satu keberhasilan bagi pemerintah transisi, karena sebelumnya sebagian besar dari wilayah pusat dan selatan Somalia berada di bawah kontrol pemberontak.

Namun, beberapa hari ini, tersiar berita bahwa para pemberontak menyerang istana kepresidenan Somalia. Insiden tersebut menunjukkan terus berlanjutnya aksi balas dendam dari kelompok al-Shabab. Situasi itu juga memunculkan pertanyaan, apakah setelah bertahun-tahun konflik, stabilitas dan keamanan di Somalia akan terwujud? Atau rakyat negara itu akan terus menyaksikan perang? Perang dan konflik di Somalia telah mengakibatkan instabilitas dan ketidakamanan serta memperburuk kemiskinan dan kelaparan di negara itu.

Para pengamat mempunyai analisa yang berbeda terkait masa depan Somalia. Sebagian meyakini bahwa eksplorasi cadangan minyak di Puntland yang terletak di timur laut Somalia dapat mengakhiri konflik di negara itu, sehingga ketenangan dan kesejahteraan akan dinikmati warga Somalia. Kelompok ini menilai bentrokan internal dan meluasnya kemiskinan di Somalia diakibatkan tidak adanya sumber-sumber alam yang melimpah atau karena tidak mampu memanfaatkan sumber kekayaan negara itu. Para pengamat itu meyakini bahwa pengeboran minyak akan menciptakan pekerjaan dan mensejahterakan warga Somalia, sehingga situasi politik di negara itu akan membaik.

Saat ini, mayoritas warga Somalia hidup dalam kemiskinan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan bahwa tingkat pengangguran di Somalia mencapai 74 persen.

Sementara itu, segelintir pengamat meyakini bahwa pengeboran minyak di timur laut Somalia akan meningkatkan konflik di antara kelompok-kelompok bersenjata negara itu. Kelompok pengamat ini menyatakan kekhawatiran mereka atas kemungkinan terjadinya korupsi dan penyalahgunaan dalam manajemen penghasilan minyak. Menurut mereka, rakyat Somalia saat ini tidak memiliki informasi lengkap terkait kontrak minyak antara perusahaan-perusahaan pengeboran Barat dan pemerintahPuntland. Perusahaan Kanada "Africa Oil" memonopoli pengeboran di Puntland.

Eksplorasi minyak di wilayah Puntland dimulai pada tahun 2005. Eksplorasi terbaru merupakan tindak lanjut dari pengeboran yang dilakukan berbagai perusahaan Amerika di sebagian besar wilayah Somalia pada akhir dekade 1980-an.