Mengungkap hubungan Gelap CIA dengan Hollywood

Image634659666998281250Isu politik kembali diseret ke dunia sinema. Artis dan sutradara Angelina Jolie dalam pidato sambutannya di Festival Film Berlin menyerukan untuk segera mengakhiri perang di dunia. Statemen manis itu ternyata dikemukakan Jolie dengan standar ganda.

Jolie dalam film besutannya, In the Land of Blood and Honey tidak menampilkan kejahatan genosida yang dilakukan tentara Serbia terhadap etnis Bosnia yang mayoritas Muslim. Film itu menceritakan kisah percintaan antara perempuan muslim Bosnia dan lelaki asal Serbia.

Mengambil latar belakang perang saudara di Bosnia, film tersebut membangkitkan kembali ingatan masa silam atas sebuah wilayah yang pernah dilanda perang saudara. Film ini juga dianggap menimbulkan tanda tanya dan emosi tinggi karena menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah itu mengalami kesulitan berdamai dengan masa lalunya.

Pada saat yang sama, Jolie justru mendesak pemerintahan Damaskus supaya menghentikan penindasan dan perang terhadap warga Suriah tanpa memperdulikan pemicu utama kerusuhan utama di Suriah.

Padahal, Suriah dilanda krisis keamanan akibat aksi teroris yang didukung kekuatan asing. Sejumlah sumber Jordania mengkonfirmasikan kerjasama Qatar dan Kelompok 14 Maret Lebanon dalam menyelundupkan 50 ton senjata produksi Israel ke Kurdistan Irak, untuk direlokasi ke Suriah dengan kerjasama Turki. Selundupan senjata itu akan dibagikan kepada kelompok-kelompok pemberontak anti-pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Sumber-sumber intelijen di Jordania menyatakan bahwa lembaga-lembaga keamanan dan intelijen Jordania selalu memonitor kondisi di Suriah. Berdasarkan hasil pemantauan itu, terekam proses relokasi lebih dari 50 ton senjata produksi Israel dari bandara Arbil ke Kurdistan Irak. Nilai senjata selundupan tersebut mencapai 650 juta dolar Amerika dan dibeli oleh pemerintah Qatar dari perusahaan industri militer Israel Rafael. Paket senjata itu mencakup, mortir, ranjau anti-tank, senapan penembak jitu, rompi anti-peluru, perlengkapan komunikasi, dan amunisi untuk senjata-senjata tersebut.

Industri film AS terus-menerus diperalat oleh Gedung Putih untuk mewujudkan ambisi ilegal Washington. Pengakuan ini datang dari kalangan sineas AS sendiri. Martin Scorsese, aktor sekaligus sutradara film terkenal di Amerika dalam wawancara dengan Sunday Times menilai industri perfilman sudah sangat tercemari tendensi politik. Karena itulah, jarang ada film yang bisa bertahan dan melegenda.

Menurut Scorsese, para pemimpin Gedung Putih terbiasa mendiktekan apa yang mereka kehendaki dalam pembuatan film kepada para sutradara Hollywood. Hal inilah yang membuat banyak sutradara dan produser film yang independen merasa tertekan.

Kritik terhadap kebijakan Gedung Putih yang menjadikan Hollywood sebagai alat untuk kepentingan politiknya, sudah sejak lama didengungkan. Gedung Putih dituduh tidak mengindahkan aturan dan etika sinema. Intervensi itulah yang membuat Hollywood menjadi pusat pembuatan film-film perang, atau yang sarat aksi kekerasan, kerakusan dan diskriminasi. Sebab memang itulah yang dimaukan oleh para pemimpin AS.

Tak dipungkiri bahwa instansi-instansi negara seperti badan intelijen CIA dan Pentagon punya peran besar dalam industri sinema Hollywood. Sudah sejak lama Pentagon memainkan peran sebagai penasehat produksi film. Tak hanya itu Departemen Pertahanan AS juga menyediakan berbagai perlengkapan militer bahkan tenaga manusia yang diperlukan Hollywood untuk membuat film. Dengan cara ini Pentagon memanfaatkan pusat pembuatan film di AS untuk memamerkan kekuatan militernya.

Mengenai kerjasama CIA dengan Hollywood, pada tahun 1996 sebuah dokumen terungkap ke publik bahwa di badan intelijen AS, CIA, ada bagian khususnya yang menjadi penasehat Hollywood. Bagian ini dipimpin oleh Chase Brandon yang bekerja untuk CIA secara terselubung selama 25 tahun. Kerjasama CIA dengan Hollywood sudah terjalin dari sebelum masa itu. Mantan agen CIA yang buku-buku tulisannya menjadi sumber rujukan bagi pembuatan film berjudul Syriana kepada The Guardian mengatakan, para direktur rumah produksi film kerap pergi ke Washington untuk menemui para senator dan petugas CIA.

Berbagai laporan menyebutkan bahwa CIA bukan hanya menyampaikan pandangan dan saran kepada para produsen film tapi juga mengucurkan bantuan dana. Di antara yang dilakukan CIA untuk mendukung kebijakan Gedung Putih adalah membeli hak cipta dan hak penerbitan untuk naskah-naskah roman seperti Animal Farm, American The Quiet dan karya semisalnya. CIA juga mendanai penulisan kisah-kisah yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kebijakannya.

AS dan negara-negara imperialis lainnya seperti umumnya kekuatan di Dunia Barat memanfaatkan ketenaran para aktor dan seniman untuk mendukung kebijakan dan agendanya.

Perang Cyber atau perang media internet menjadi semakin penting di masa depan dan Amerika Serikat sadar betul akan tren global ini. Washington bermaksud untuk mempertahankan monopoli penguasaan jaringan computer global melalui International Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). Melalui ICANN inilah Amerika Serikat akan melakukan pengawasan penuh atas jaringan komputer global ini yang tentunya akan mengontrol seluruh jaringan internet berskala internasional.

Sontak rencana itu memicu rekasi berbagai negara dunia termasuk Republik Rakyat Cina dan Rusia. Kedua negara yang merupakan pemrakarsa International Code of Conduct for Information Security, mengusulkan gagasan dan konsepsi dalam mengimbangi hegemoni AS di bidang perang cyber. Bentuknya semacam Multi-lateral Internet Governance Arrangements, yang tentunya lebih berskala multi-lateral melibatkan peran dari berbagai negara, sehingga Amerika bukan penguasa tunggal dan bisa sewenang-wenang.
Sementara itu, NATO yang merupakan sekutu strategis Amerika juga sedang mengembangkan Information Security Concept yang mirip dengan American Doctrine of Cyber Security, yang sama-sama menganggap perang informasi lewat internet sebagai medan tempur yang harus mereka kuasai dengan menghalalkan berbagai cara.

Konsep penguasaan media komputer dengan dalih perlunya sistem pengamanan informasi seperti yang dipresentasikan Amerika melalui rencana melalui mekanisme ICANN tersebut di atas, pada perkembangannya akan dimanfaatkan Pemerintah Amerika untuk operasi-operasi berupa kegiatan-kegiatan dan pengawasan terselubung  terhadap jaringan-jaringan komputer negara-negara lain, yang dipersepsikan oleh Amerika dan negara-negara NATO sebagai musuh.

Kalau Amerika melalui ICANN tersebut berhasil menguasai jaringan internet global, maka pada perkembangannya Amerika bisa melancarkan serangan-serangan ke jaringan internet negara-negara yang jadi ancaman Amerika, dengan menghancurkan sebagian sistem operasional jaringan internet tersebut lewat penyebaran virus-virus mematikan, atau bahkan melalukan hacking atau pembajakan dan memprogram ulang sistem jaringan komputer tersebut.

Bisa dibayangkan kekacauan dan kerusakan yang bakal terjadi pada jaringan komputer di seluruh dunia, karena melalui mekanisme ICANN, akan memberi celah bagi Amerika dan sekutu-sekutu NATO-nya untuk melakukan campur-tangan dalam urusan dalam negeri negara-negara lain.(IRIB Indonesia)