Kehilangan masa lalu menjadikan seseorang atau masyarakat seperti tumbuhan air yang tidak memiliki akar yang menancap. Juga seperti tumbuhan yang tidak membuahkan hasil. Umat yang kehilangan kejayaan, pasti kehilangan identitas. Pada saat seperti ini umat akan hidup dengan konsep-konsep instant yang menjadikan mereka sekedar meneruskan kehidupan yang tidak berarti. Hidup hanya untuk makan dan minum tanpa kesadaran dan tujuan.
Keterbelakangan kita sudah terlalu lama dan lebih dari cukup. Malam dan tidur kita telah begitu panjang hingga kita hampir melupakan datangnya pagi. Kita hampir tidak mampu untuk berdiri karena lamanya tubuh kita berbaring.
Tidak ada lagi alasan bagi kita untuk terus berdiam diri dalam penjara keterbelakangan, sedangkan pada saat yang sama, seluruh alam sedang berlari mengejar kemajuan. Kita memiliki potensi, factor-faktor mental spiritual, moral, serta aktivitas kita yang mewajibkan kita menjadi maju. Kita juga memiliki sumber daya alam dan manusia yang memungkinkan kita untuk ikut berjalan dalam rombongan kemajuan serta menyusul rombongan �pencetak-pencetak kemajuan�.
Salah satu syarat penting dalam hal ini adalah kita harus membangun kemajuan yang kita inginkan dengan tangan, kaki, dan palu kita sendiri. Kita tidak ingin kemajuan yang dibangun untuk kita oleh orang lain, tidak diketahui asal dan akarnya. Kita harus menghidupkan kembali semangat kepahlawanan. Betapa perlunya kita mengambil pelajaran dari kisah-kisah kepahlawanan tokoh-tokoh muslim. Setiap pemimpin memiliki kisah teladan dan kepahlawanan yang patut kita ikuti.
Hakikat mendasar yang dilupakan oleh kebanyakan umat muslim yaitu, bahwa kita dapat membangun masyarakat yang kuat dalam semua elemennya dengan memulai dari masing-masing individu. Harus ada kemauan dan kesadaran individu. Selama kita tidak melakukan hal itu, maka esok tidak lebih baik dari pada hari ini. Kita akan memiliki cacat bila hanya menonton dan menanti datangnya pahlawan tanpa melakukan apa-apa.
Keterpurukan yang dialami secara terus menerus oleh umat muslim adalah karena kita lupa untuk apa kita diciptakan? Misi apa yang kita emban? Dan apa sarana untuk mencapainya? Bukankah kita punya Al Qur�an dan Sunnah Rasulullah sebagai petunjuk dan pedoman hidup sempurna?
Dalam surat Adz-Dzariat ayat 56, Allah berfirman: �Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.�
Ayat tersebut secara eksplisit menerangkan tentang subjektifitas manusia. Artinya, manusia diciptakan karena membawa misi dan tugas mulia. Yakni beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan, sedangkan keikhlasan itu terletak pada niat. Untuk mengukur sejauh mana niat baik atau keikhlasan itu, maka hanya dapat dibuktikan melalui implementasi ucapan dan perbuatan yang kesemuanya itu ditujukan semata-mata hanya untuk Allah. Inilah hakikat untuk apa kita diciptakan. Jika hal ini disadari oleh setiap manusia, jika orientasi hidup ini telah tertanam dalam lubuk hati dan telah difahami dengan kejernihan berfikir, niscaya setiap gerak langkah kaki akan ringan, ibadah akan khusuk dan hiduppun akan menjadi indah karena setiap aktivitas akan dipandang sebagai ibadah. Karena tidak mungkin seorang hamba yang �sadar� hakikat ini akan berbuat curang, zholim, dan merugikan diri sendiri dan orang lain dalam interaksi sosialnya. Dan dengan sendirinya kejayaan umat akan dapat diraih karena pondasi telah dibangun.
Karakter diri manusia yang memahami hakikat penciptaannya dapat kita dapati dalam surat An-Nur ayat 36-38. Allah berfirman, �(Cahaya itu) di rumah-rumah yang disana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, disana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang. Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari kiamat). (mereka melakukan itu) agar Allah memberi balasan kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas."
1. Bertasbih kepada Allah di Masjid-masjid
Orang yang terjaga zikirnya kepada Allah, maka secara otomatis hatinya terikat kuat dengan masjid. Seorang hamba akan merasa terjaga dan tentram hatinya jika mengingat Allah ��dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.� (QS. Ar Ra�d: 28). Masjid tempat bersilaturrahmi yang efektif bagi orang-orang yang berharap keridhoan Allah. Kekuatan dan kesatuan umat akan tergambar dari jumlah dan banyaknya mereka berkumpul di masjid, baik untuk melaksanakan shalat lima waktu maupun untuk mengkaji ilmu Allah dan berdiskusi, bertukar pikiran dan saling tolong menolong dalam agama Allah swt.
2. Tidak dilalaikan oleh aktivitas duniawi
Ajaran Islam mengamanatkan kepada umatnya agar dalam kehidupan yang fana ini tidak termakan oleh kecintaan yang berlebihan terhadap, kepentingan dunia. Mencari fasilitas dunia sebagai sarana menggapai kehidupan ukhrawi sangat dibenarkan dalam literatur Islam. Yang tidak boleh adalah kecintaan terhadap dunia yang berlebihan hingga meletakkan kepentingan akhirat pada urutan yang kedua. Rasulullah bersabda, �Akan datang suatu masa dimana kamu akan diperebutkan oleh umat lain sebagaimana makan lezat diperebutkan oleh orang yang lapar.� Para sahabat bertanya: �Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah?.� Beliau menjawab: �Tidak, bahkan jumlah kamu banyak, tetapi seperti buih di lautan, karena kalian terserang penyakit wahn. �Mereka bertanya lagi: �Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?. �Beliau menjawab: �Terlalu cinta dunia dan takut kepada mati.� (HR. Abu Daud).
Selama perniagaan dunia tidak begitu menyilaukan, ketika diri tidak diperbudak oleh kemegahan dunia, dan ketika dunia tidak lagi menjadi tujuan. Lalu dengan langkah mantap dengan semboyan �dunia hanya sarana untuk meraih kebahagian akhirat� atau dengan semboyan �kami meninggalkan dunia demi meraih kemuliaan di akhirat kelak, tetapi dengan sendirinya dunialah yang mengejar kami�. Maka karakter seperti inilah yang memahami tujuan hidupnya yang hakiki.
3. Mendirikan Shalat
�Bacalah Kitab (Al Qur�an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain).� (QS. Al Ankabut: 45). Telah jelas bagi kita keutamaan shalat dari untaian firman Allah diatas. Tapi mengapa masih banyak orang yang bersikap keji dan menanam serta menimbulkan kemungkaran, padahal mereka shalat? Dan tidak sedikit pula membiarkan kemungkaran terjadi. Layaknya para pengikut fir�aun yang tunduk pada perintah tuannya yang zhalim. Decak kagum pengikut ini disambut oleh rasa angkuh sang fir�aun seraya berkata : �saya adalah Tuhan�. Mengapa tidak ada kemauan dan usaha dalam diri untuk bersama-sama menolak fir�aun modern.
Gambaran tragis ini lahir dari shalat yang tidak benar. Walau benar mereka shalat, tapi mereka tidak benar-benar shalat. Masih saja shalat dipandang sebagai rutinitas dan penggugur kewajiban saja, sehingga pengerjaannya terburu-buru. Padahal shalat tempat kita berdialog dengan Rabb kita, meminta, dan tempat berkeluh kesah. Shalat pun menjadi sarana tazkiyatun nafs yang utama. Untuk itu seorang yang sadar akan hakikat hidupnya selalu memperbaiki shalatnya dan menambah diwaktu malam. Ada usaha untuk mewujudkan kekhusuan shalat dengan memahami ilmu shalat yang mencakup keutamaan, hakikat, serta tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
4. Membayar Zakat
Ketika Rasulullah saw meninggal, Abu Bakar terpilih sebagai Amirul mu�minin, namun sebagian kaum Arab tidak mengakuinya. Maka berkata Umar: �Mengapa kau memerangi orang-orang itu? Padalah Rasulullah saw telah mengatakan �saya hanya diperintahkan memerangi manusia sebelum mengikrarkan �tidak ada tuhan selain Allah�, namun apabilah mereka telah mengikrarkannya maka darah dan kekayaan mereka memperoleh perlindungan dariku, kecuali bila didapat kewajiban dalam kekayaan dan darah itu, sedangkan penilaian (hisab) atas mereka terserah pada Allah swt.�
Abu Bakar menjawab: �Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan zakat dari shalat, karena zakat adalah kewajiban dalam kekayaan. Demi Allah, andaikata mereka tidak mau lagi memberikan seekor anak kambing yang dulu mereka berikan keapda Rasulullah, maka saya pasti memerangi mereka karenanya�.
Umar kemudian berkomentar: �Demi Allah, hati Abu Bakar betul-betul sudah dibukakan oleh Allah untuk perang tersebut, sekarang aku tahu bahwa ia benar�.
Inilah kerasnya sikap Abu Bakar terhadap orang-orang yang lalai akan kewajiban zakat. Dalam Surat Al Ma�un, Allah berfirman, �Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. (QS. Al Ma�un: 1-3). Dalam surat ini dijelaskan orang yang tidak peduli pada anak yatim dan fakir miskin dijuluki pendusta agama. Yaitu orang yang beragama dan melakukan aktifitas keagamaan tapi semua itu dianggap dusta.
Sedemikian penting fungsi zakat digambarkan dalam firman Allah, �Ambillah zakat dari kekayaan mereka untuk membersihkan harta dan mensucikan jiwa mereka. Sesungguhnya do�amu mendatangkan ketentraman bagi mereka�� (QS. At Taubah: 103). Maka zakat adalah kewajiban dipaksakan dan salah satu fungsinya ialah membersihkan harta dan mensucikan jiwa, serta merupakan ibadah harta yang berdimensi sosial.
5. Takut pada Yaumil Akhir (kiamat)
Yaumil Akhir pasti akan tiba, kita beriman kepadanya. Dasyatnya guncangan hari akhir digambarkan dalam firman Allah berikut, �Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anaknya yang ia susui, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.� (QS. Al Hajj: 1-2).
Apakah masih membatunya hati ini ketika kiamat-kiamat kecil telah dilalui, apakah masih tamaknya angan-angan ini dalam mengejar kehidupan dunia dengan sagala yang haram dihalalkan, apakah kurang jelas dihadapan kita bahwa keagungan dan kebesaran Allah terbentang disekitar kita. Selama masih ada waktu, maka perbaikilah dan jalankan untuk mencari Ridha Allah. Jadilah golongan mengerti orientasi hidup yang akan berlomba-lomba mempersiapkan bekal untuk mengahadap-Nya. Sehingga dunia hanya dijadikan ajang perlombaan saja dalam melaksanakan keta�atan kepada Allah dan untuk memperoleh ridho-Nya. Seluruh hidup mereka, dikerahkan di jalan Islam. Begitulah hidup orang-orang yang memiliki komitmen yang benar kepada Islam.
Itulah karakteristik seorang yang mengerti orientasi hidup, maka beranilah menumbuhkan kemauan dan memupuknya dengan tekad dan langkah-langkah pengorbanan demi kebenaran. Toh nilai hidup seseorang ditentukan sampai kemana gerak-geriknya diarahkan: �Katakanlah! Sesungguhnya shalatku, ibadahku dan hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.� (QS. Al An�am: 162).
Wallahu �alam bish showab. (Bobi Hendra)
Referensi:
- Al Quran dan Hadits
- Buku �Figur Pemuda Islam�
- Buku �Melahirkan Pemimpin Masa Depan�
- Buku �Mensucikan Jiwa�
dari : http://www.hudzaifah.org/News-index-topic-39-startnum-11.phtml
Share